Rabu, 25 Januari 2023
Kamis, 16 Oktober 2014
Seberkas Rindu
Kak, maaf udah lama aku enggak menyapa kamu melalui
tulisan seperti ini. Jangan beranggapan yang aneh-aneh tentang diriku lagi! Karena
bagiku kamu masih sama seperti dulu. Saat ada disampingku dan saat jauh dariku
kamu tetap menjadi alasanku untuk bangkit. Mungkin karena sifatku yang selalu
ingin menang masih sama seperti dulu. Aku tidak mau dikalahkan oleh kekasihmu.
Supaya kamu menyesal karena telah melewatkanku dari bagian hatimu.
Kemarin aku memimpikanmu, kak. Aku bermimpi kamu
mengajakku jalan-jalan dengan motormu seperti dulu. Kamu masih sama seperti
dulu, tanganmu yang terasa gerah saat ku pegang membuatmu lebih nyaman memegang
tanganku yang selalu basah ini. Ingin sekali aku mendapatkan kabar tentangmu,
kau masih memimpikanku dan kau masih mengharapkanku. Ingin sekali aku dengar curahan
itu.
Ah lagi-lagi aku menyesali perpisahan kita. Lagi-lagi aku
merindukanmu. Kadang aku muak dengan lagi-lagi ini, aku terlalu payah menghadapi
kerinduan. Aku terlalu lemah tentang hatimu.
Aku tidak bisa meninggalkan bekas tulisanku sendiri. Yang
tergurat terlalu dalam hingga meninggalkan bekas perih karena memikirkanmu.
Kenangan ini ingin sekali ku buang. Aku ingin hidup tenang tanpa memikirkanmu.
Namun abdi cintamu masih terasa sampai sekarang. Cinta remaja yang terlalu dini
tapi sangat dewasa dalam memahami. Kau usahakan untukku, seolah nyawa aku minta
akan kau berikan.
Mungkin kita telah lupa caranya mengusahakan, hingga
perpisahan itu seolah menjadi tamparan paling keras buat kita bahwa mencari
ganti bukan jalan terbaik untuk mengubur masa lalu.
Kamis, 25 September 2014
Cinta Kita Bukan Milik Kita
Sayang, hatiku selalu bergemuruh. Hatiku selalu sakit dan gelisah. Andaikan kita bersama, mungkin kamu yang akan berjuang demi aku. Bukan aku yang berjuang untuk dia. Hari ini aku merindukanmu, merindukan semua kenangan dengan nada yang sama meski dengan tempo yang berbeda. Kadang kenangan itu masih berlantun di otakku, kemudian tak sadar tanganku meraih handphone dan memencet nomormu. Namun selalu aku urungkan. Entah kenapa setiap handphone ini sudah berhasil ku pegang, aku kembali tersadar bahwa kita sudah punya pilihan masing-masing.
Aku masih belum mengerti jalan Tuhan tentang perpisahan
ini, sayang. Tentang perpisahan yang dijanjikan Tuhan dengan ganti yang lebih
baik. Tapi aku tak menemukan itu dari pasanganku, dia hanya bisa membuatku
menangis dan pergi begitu saja saat air mataku sedang membanjir di pipiku.
Padahal dulu, kau yang paling sibuk menyeka air mataku. Kau yang terbiasa
memikirkanku dan mengerahkan segala kemampuanmu hanya untuk membuatku
tersenyum.
Minggu, 21 September 2014
Cerita tentang kamu dan salam perpisahanku
Aku tau bahwa manusia semakin lama akan menemukan kepastian
dalam hidupnya. Awalnya aku mengira bahwa kepastianmu sama sepertiku. Namun
kenyataannya keluarga kecilmu jauh lebih kau butuhkan daripada aku. Sebentar
lagi aku juga memiliki keluarga kecil sepertimu. Menyandang nama belakang calon
suamiku dan tentunya bukan nama belakang kamu. Ya, bukan nama belakang kamu karena
sudah ada wanita pemilik nama belakangmu beserta anak lucumu yang menggemaskan
itu.
Perih ini masih terasa. Sampai kapanpun masih terasa
karena aku menyakini cuma kamu satu-satunya pria yang mampu menyembuhkannya. Walaupun
kemungkinan itu sangatlah tipis bahkan mustahil.
Aku tau semua tentangmu wahai pria penyuka warna hitam. Pemilik
senyum manis dengan lesung pipi peneduh hatiku. Pemilik sikap kebapakan dengan
dandanan bersahaja, berbicara seperlunya tapi kadang berubah cerewet saat aku
dekat-dekat dengan pria lain. Darimu aku kenal kata “ayah” dan darimu juga aku
kenal kata “kekasih gelap.”
Entah kenapa sampai cincin ini melingkar di jari manisku, aku masih memikirkanmu. Aku tak peduli dengan perasaan calon
suamiku, sama seperti kamu yang tak mempedulikan perasaan istrimu kala itu. Kala
kita berdua memadu cerita yang terlalu rendah bila dikatakan cinta tapi terlalu
tinggi bila dikatakan saudara. Kau memanggilku adek dan aku memanggilmu kakak laksana
saudara. Kau khawatirkan aku laksana kekasih.
Kamis, 19 Juni 2014
Apa yang kita minta pasti Allah beri
Saat mengetahui temannya sudah diperbolehkan
mengendarai sepeda motor, seorang anak kelas 6SD meminta dibelikan sepeda motor
pada orang tuanya. Dia menangis dan mengancam bila tidak segera dibelikan.
Namun sayangnya si orang tua tetap tidak membelikan dia sepeda motor dengan
alasan belum waktunya. Hingga akhirnya anak ini membenci orang tuanya dan
menganggap orang tuanya tidak sayang. Dia merasa mempunyai orang tua yang
paling menyebalkan diseluruh dunia. Beberapa hari kemudian anak ini mendapatkan
kabar mengejutkan, temannya yang kemarin memamerkan bisa mengendarai sepeda motor
kecelakaan.
Sebuah
ilustrasi sederhana tapi memiliki makna yang dalam. Berapa kali kita membenci
orang tua hanya karena mereka tidak mau membelikan apa yang kita pengen. Ada beberapa
anak yang cara memintanya ngotot dengan menggunakan jurus “pokoknya” pokoknya
aku harus dibelikan sepeda motor. Dikarenakan anak ini ngeyel dan bertindak
negatif akhirnya orang tuanya membelikannya motor. Ada juga anak yang memiliki
keinginan tapi cara mintanya halus dan tetap berbakti pada orang tua tapi orang
tuanya malah tidak membelikan dia sepeda motor. Kenapa? Karena selama anak itu masih bisa disayang, orang tua akan
memberikan apa yang diinginkan anaknya pada saat yang tepat, pada saat anaknya
dirasa mampu memikul tanggung jawab agar tidak berakibat fatal.
Begitulah
pula cara Allah memperlakukan umatNya. Sebenarnya dari mulai kita hidup, Allah
tidak ada bosan-bosannya selalu menawarkan permintaan kepada kita “kamu minta
pasti akanku beri”. Tapi kenapa setiap hari kita suka sekali mengeluh tentang
cara Allah menyayangi kita, seolah Allah tidak mau mengabulkan do’a kita? Kenapa
orang lain yang kita rasa jauh kepada Allah sering mendapatkan apa yang dia
inginkan dalam waktu cepat. Sedangkan kita yang rutin beribadah malah sering
mendapatkan kekecewaan.
Allah
akan menunggu saat yang tepat untuk memberikan apa yang kita inginkan. Jadi
jangan merasa iri saat orang-orang yang tidak amanah jauh lebih dulu
mendapatkan apa yang dia inginkan. Itu karena Allah memiliki sifat pengasih
(kasih) dan penyayang (sayang). Kumpulan orang-orang yang tidak amanah, begitu
minta langsung di “kasih” (biar mereka tau resikonya). Sedangkan untuk kumpulan
orang-orang yang di “sayang” akan mendapatkan “kasih” pada saat yang tepat
(tidak sekarang). Allah seolah berkata “ sekeras-kerasnya kamu meminta dan
memohon kepadaKu, bila belum saatnya tidak akanKu kasih karena aku
menyayangimu”. Allah Maha Mengetahui apa saja resikonya ketika memberi sebelum
waktu-Nya.
Maka
saat kita meminta tapi belum juga dikasih. Tugas pertama adalah
bersyukur karena kita adalah golongan orang yang dikasihi dan disayangi Allah
dan tugas kedua adalah bersegera memantaskan diri dengan apa yang kita inginkan
agar sang pemilik waktu segera memberikan untuk kita karena kita sudah pantas
menerima pemberian-Nya.
Semua akan indah pada waktunya
Rabu, 18 Juni 2014
Alat ukur kebahagiaan
Mungkin dalam hidup ini kita pernah
atau bahkan sering merasa hidup kita tak sesempurna atau sebahagia yang lain.
Kerap kita menggunakan orang lain sebagai alat ukur kebahagiaan kita. Saat
tetangga memiliki mobil baru, kita merasa tidak akan pernah bahagia sebelum
bisa membeli mobil. Saat teman ganti handphone baru, kita merasa minder kalau
tidak segera ikutan membeli handphone baru. Akhirnya kita berhutang sana-sini
demi memenuhi gengsi. Akibatnya kita terjebur jurang yang telah kita gali
sendiri.
Itu hanyalah barang, lantas bagaimana
kalau kita merasa pasangan orang lain tampak lebih baik daripada pasangan kita?
Mungkin kita akan menuntut pasangan agar bisa melakukan hal yang sama seperti
pasangan orang lain atau bahkan yang lebih parahnya kita mulai meragukan
pasangan kita.
Senin, 19 Mei 2014
Lampion
Aku melihat dan mendengarnya secara langsung. Seorang
wanita menangis diantara puluhan lampion yang berjajar begitu indahnya.
Diiringi suara musik yang membuat para pasangan muda ingin berlama-lama diarea
itu. Hanya sekedar duduk bersama dan sesekali berfoto untuk mengabadikan momen
yang belum tentu bisa terulang kembali.
Kenapa wanita ini menangis? Harusnya dia bahagia. Malam
ini adalah malam yang dia nantikan. Dua tahun lalu dia memimpikan berada disini
bersama lelaki yang amat dicintainya dan sekarang terwujud meski dengan air
mata. Disebuah pohon penuh gemerlap lampu hias, dengan lampion berbentuk hati
seolah menyindir wanita ini. Wanita yang jarang sekali dibahagiakan suaminya.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)