Kamis, 25 September 2014

Cinta Kita Bukan Milik Kita


     Sayang, hatiku selalu bergemuruh. Hatiku selalu sakit dan gelisah. Andaikan kita bersama, mungkin kamu yang akan berjuang demi aku. Bukan aku yang berjuang untuk dia. Hari ini aku merindukanmu, merindukan semua kenangan dengan nada yang sama meski dengan tempo yang berbeda. Kadang kenangan itu masih berlantun di otakku, kemudian tak sadar tanganku meraih handphone dan memencet nomormu. Namun selalu aku urungkan. Entah kenapa setiap handphone ini sudah berhasil ku pegang, aku kembali tersadar bahwa kita sudah punya pilihan masing-masing.

            Aku masih belum mengerti jalan Tuhan tentang perpisahan ini, sayang. Tentang perpisahan yang dijanjikan Tuhan dengan ganti yang lebih baik. Tapi aku tak menemukan itu dari pasanganku, dia hanya bisa membuatku menangis dan pergi begitu saja saat air mataku sedang membanjir di pipiku. Padahal dulu, kau yang paling sibuk menyeka air mataku. Kau yang terbiasa memikirkanku dan mengerahkan segala kemampuanmu hanya untuk membuatku tersenyum.

            Sayang, apakah kamu masih punya rasa yang sama seperti dulu? Apakah sekarang kamu masih suka memikirkanku dan menyesali perpisahan kita? Ataukah kamu sudah mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dariku?  Ingin sekali aku menerobos ke lorong waktu. Aku akan menghapus kata-kataku yang membuat hubungan kita berakhir. Kamu memang tak sepintar dia, tak sekaya dia, tak sedewasa dia tapi kamu punya satu yang tak dimiliki dia. Kamu punya aku di dalam hatimu sedangkan dia tak punya aku di dalam hatinya. Mungkin itulah sebabnya mengapa dia mencampakanku hingga harta dan tahtanya tak bisa membuatku bahagia.
            Ku sadari sekarang, yang ku butuhkan adalah tawa lepas seperti dulu. Saat kita berlarian dalam gerimis hujan, saat kita naik sepeda dengan ban kempes dan kamu tetap memboncengku, saat kamu belikan apapun yang aku minta sehingga kamu tidak punya cukup uang untuk makan. Saat kamu menyuapiku seperti bayi, saat kamu selalu menyebut namaku dalam setiap do’amu. Kamu tetap menjadi satu-satunya pria yang berani mempertaruhkan kebahagiaanmu untukku.
            Maafkan aku sayang, aku adalah penyebab terbesar kehancuran hubungan kita. Maafkan aku telah melewatkanmu. Maafkan aku telah memberimu harapan kosong. Maafkan aku telah merusakmu. Maafkan aku telah menjadi wanita paling tolol yang tidak bisa mengerti “cinta” dengan baik.


1 komentar :

  1. Puisinya indah banget...

    salam anekasouvenirdanundangan.blogspot.com

    BalasHapus

Free Dance Dance Revolution 1 fast Cursors at www.totallyfreecursors.com