Sayang, hatiku selalu bergemuruh. Hatiku selalu sakit dan gelisah. Andaikan kita bersama, mungkin kamu yang akan berjuang demi aku. Bukan aku yang berjuang untuk dia. Hari ini aku merindukanmu, merindukan semua kenangan dengan nada yang sama meski dengan tempo yang berbeda. Kadang kenangan itu masih berlantun di otakku, kemudian tak sadar tanganku meraih handphone dan memencet nomormu. Namun selalu aku urungkan. Entah kenapa setiap handphone ini sudah berhasil ku pegang, aku kembali tersadar bahwa kita sudah punya pilihan masing-masing.
Aku masih belum mengerti jalan Tuhan tentang perpisahan
ini, sayang. Tentang perpisahan yang dijanjikan Tuhan dengan ganti yang lebih
baik. Tapi aku tak menemukan itu dari pasanganku, dia hanya bisa membuatku
menangis dan pergi begitu saja saat air mataku sedang membanjir di pipiku.
Padahal dulu, kau yang paling sibuk menyeka air mataku. Kau yang terbiasa
memikirkanku dan mengerahkan segala kemampuanmu hanya untuk membuatku
tersenyum.
Sayang, apakah kamu masih punya rasa yang sama seperti
dulu? Apakah sekarang kamu masih suka memikirkanku dan menyesali perpisahan
kita? Ataukah kamu sudah mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dariku? Ingin sekali aku menerobos ke lorong waktu.
Aku akan menghapus kata-kataku yang membuat hubungan kita berakhir. Kamu memang
tak sepintar dia, tak sekaya dia, tak sedewasa dia tapi kamu punya satu yang
tak dimiliki dia. Kamu punya aku di dalam hatimu sedangkan dia tak punya aku di
dalam hatinya. Mungkin itulah sebabnya mengapa dia mencampakanku hingga harta
dan tahtanya tak bisa membuatku bahagia.
Ku sadari sekarang, yang ku butuhkan adalah tawa lepas
seperti dulu. Saat kita berlarian dalam gerimis hujan, saat kita naik sepeda
dengan ban kempes dan kamu tetap memboncengku, saat kamu belikan apapun yang
aku minta sehingga kamu tidak punya cukup uang untuk makan. Saat kamu
menyuapiku seperti bayi, saat kamu selalu menyebut namaku dalam setiap do’amu.
Kamu tetap menjadi satu-satunya pria yang berani mempertaruhkan kebahagiaanmu
untukku.
Maafkan aku sayang, aku adalah penyebab terbesar
kehancuran hubungan kita. Maafkan aku telah melewatkanmu. Maafkan aku telah
memberimu harapan kosong. Maafkan aku telah merusakmu. Maafkan aku telah
menjadi wanita paling tolol yang tidak bisa mengerti “cinta” dengan baik.
Puisinya indah banget...
BalasHapussalam anekasouvenirdanundangan.blogspot.com