Minggu, 21 September 2014

Cerita tentang kamu dan salam perpisahanku

            Aku tau bahwa manusia semakin lama akan menemukan kepastian dalam hidupnya. Awalnya aku mengira bahwa kepastianmu sama sepertiku. Namun kenyataannya keluarga kecilmu jauh lebih kau butuhkan daripada aku. Sebentar lagi aku juga memiliki keluarga kecil sepertimu. Menyandang nama belakang calon suamiku dan tentunya bukan nama belakang kamu. Ya, bukan nama belakang kamu karena sudah ada wanita pemilik nama belakangmu beserta anak lucumu yang menggemaskan itu.
            Perih ini masih terasa. Sampai kapanpun masih terasa karena aku menyakini cuma kamu satu-satunya pria yang mampu menyembuhkannya. Walaupun kemungkinan itu sangatlah tipis bahkan mustahil.
            Aku tau semua tentangmu wahai pria penyuka warna hitam. Pemilik senyum manis dengan lesung pipi peneduh hatiku. Pemilik sikap kebapakan dengan dandanan bersahaja, berbicara seperlunya tapi kadang berubah cerewet saat aku dekat-dekat dengan pria lain. Darimu aku kenal kata “ayah” dan darimu juga aku kenal kata “kekasih gelap.”
            Entah kenapa sampai cincin ini melingkar di jari manisku, aku masih memikirkanmu. Aku tak peduli dengan perasaan calon suamiku, sama seperti kamu yang tak mempedulikan perasaan istrimu kala itu. Kala kita berdua memadu cerita yang terlalu rendah bila dikatakan cinta tapi terlalu tinggi bila dikatakan saudara. Kau memanggilku adek dan aku memanggilmu kakak laksana saudara. Kau khawatirkan aku laksana kekasih.

            Dulu hampir setiap hari kamu bertamu ke kontrakanku. Tamu spesial yang kedatangannya selalu ku sambut dengan senyum termanisku. Kau begitu akrab dengan penghuni kontrakanku. Meski sekarang kontrakan itu sudah bukan tempatku tinggal, kadang aku masih suka melewatinya dan membayangkan mobil hitam masih terparkir tepat di depan pintu kontrakan itu. Terparkir lama sekali karena pemiliknya sedang tidur di kamarku. Aku tidak berani menyentuhnya, aku hanya berani memperhatikan setiap detail pahatan Sang Maha Pencipta jiwa dan raganya yang begitu membuatku kagum.
            Sebentar lagi kita wisuda dan itu tandanya masa-masa di kampus bersamamu tak bisa ku ulang kembali. Seperti saat kamu memegang payung dan aku memeluk lengan kekarmu, kita berjalan bermesraan membelah hujan lalu berpencar saat sampai di pintu kelas. Selebihnya kita berpura-pura asing. Kadang aku mengeluh tentang masa pendamaian logika dan hatiku yang begitu payah tentangmu.
            Aku selalu ingat, saat kuliah malam kau antar aku pulang. Luar kota tak menjadi penghalang untukmu memastikanku selamat sampai tujuan karena kau sering cemaskan aku saat menunggu bis malam-malam. Masa itu begitu indah. Saat kau duduk di bangku belakang dan aku memotretmu diam-diam dari depan. Kau tak suka berfoto, kau tak suka pakai baju selain warna hitam, kau tak suka terikat dan kau tak suka bercerita tentang istrimu yang beruntung itu. Bisa mengikat pria yang tidak suka keterikatan sepertimu. Dia selalu menjadi alasanmu untuk pulang, kan?

            Kini aku telah berani memutuskan meski aku belum yakin aku bisa menjalaninya. Menjadi seorang istri dari pria yang sama sekali kehadirannya tidak aku harapkan. Aku akan berpura-pura bahagia dan aku berusaha membuat ibuku bahagia telah memiliki anak yang patuh pada perjodohannya. Do’akan aku ya, kak! Seperti adek yang selalu mendo’akan kebahagiaan kakak.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Free Dance Dance Revolution 1 fast Cursors at www.totallyfreecursors.com