Mungkin dalam hidup ini kita pernah
atau bahkan sering merasa hidup kita tak sesempurna atau sebahagia yang lain.
Kerap kita menggunakan orang lain sebagai alat ukur kebahagiaan kita. Saat
tetangga memiliki mobil baru, kita merasa tidak akan pernah bahagia sebelum
bisa membeli mobil. Saat teman ganti handphone baru, kita merasa minder kalau
tidak segera ikutan membeli handphone baru. Akhirnya kita berhutang sana-sini
demi memenuhi gengsi. Akibatnya kita terjebur jurang yang telah kita gali
sendiri.
Itu hanyalah barang, lantas bagaimana
kalau kita merasa pasangan orang lain tampak lebih baik daripada pasangan kita?
Mungkin kita akan menuntut pasangan agar bisa melakukan hal yang sama seperti
pasangan orang lain atau bahkan yang lebih parahnya kita mulai meragukan
pasangan kita.
Rumput tetangga lebih hijau.
Peribahasa ini memang tepat untuk membingkai uraian saya diatas. Dari
peribahasa itu kita bisa mengambil pembelajaran bahwa sebenarnya kebutuhan
setiap individu itu berbeda-beda, tidak melulu tentang rumput hijau yang
disukai tetangga kita tapi sebenarnya belum tentu kita sukai tapi kita irikan
karena gengsi. Jadi janganlah menggunakan orang lain sebagai alat ukur
kebahagiaan kita. Alat ukur kebahagiaan kita adalah hati kita sendiri. Saat
kita merasa ini nyaman, lakukanlah! Saat kita merasa ini tidak nyaman, jangan
lakukan!
Pribadi yang selalu tercerahkan
kebahagiaannya adalah pribadi yang hari ini bisa memperbaiki dirinya dihari
kemarin supaya hari esok menjadi lebih baik agar tak terulang kesalahan yang
sama. Bila setiap harinya kita sedikit lebih baik dari hari kemarin, beberapa
tahun kedepan kita akan menjadi pribadi yang luar biasa hebatnya. Disinilah kita
tidak akan merasa iri melihat rumput tetangga yang lebih hijau karena kita
sudah memiliki taman dengan beraneka ragam tanaman bunga yang membuat kumbang
dan kupu-kupu tak pernah jemu mampir ke taman kita.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar